Jun 25, 2014

Indonesia Sehat dan Pintar


Kemajuan sebuah bangsa ditentukan kualitas sumber daya manusia (SDM). Semakin berkualitas manusianya, semakin maju pula negaranya. Demikian juga sebaliknya. Untuk mencetak manusia berkualitas diperlukan dua hal pokok, yakni pembangunan kesehatan dan pendidikan. Menyadari hal tersebut, para wakil rakyat menetapkan 20% dari APBN untuk biaya pendidikan dan itu tercantum dalam UUD. Di bidang kesehatan, UUD juga mengamanatkan penyelenggaraan sistem jaminan sosial.  Mulai, awal tahun ini, Badan Penyelenggara Badan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah beroperasi.

Kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di bidang pendidikan dan kesehatan dalam 10 tahun terakhir cukup bagus. Ia berupaya menggunakan anggaran pendidikan dan mendorong pembentukan BPJS Kesehatan. Meski belum ideal, harus diakui peningkatan anggaran pendidikan dan kesehatan memberi dampak cukup signifikan bagi pembangunan manusia Indonesia. Hanya saja ke depan memang perlu dilakukan perbaikan terus-menerus.


Kesadaran serupa juga dimiliki kedua pasangan capres dan cawapres, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK yang termaktub dalam visi, misi, dan program mereka. Namun dari kedua pasangan tersebut, Jokowi-JK terlihat lebih siap dengan menyiapkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Berbekal pengalaman saat memimpin Kota Solo dan Provinsi DKI Jakarta, Jokowi yakin program Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bisa diterapkan secara nasional bila rakyat memercayakannya memimpin Indonesia untuk menggantikan SBY.


Saat ini, memang telah ada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan juga bantuan operasional sekolah (BOS), serta beasiswa yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Sayangnya program-program tersebut belum berjalan maksimal, sehingga perlu terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.

Sebut saja program JKN yang saat ini baru menjangkau sekitar 120 juta penduduk dari total 250 juta penduduk Indonesia. Pemerintah menargetkan baru pada 2019 atau 5 tahun lagi program JKN menjangkau seluruh rakyat. Target tersebut, menunjukkan pemerintah masih setengah hati meningkatkan kualitas kesehatan rakyatnya.

Selain itu, saat ini masih terdengar keluhan, khususnya dari keluarga miskin, tentang pelayanan di rumah sakit. Sebagian di antara mereka ditangani seadanya oleh perawat dan dokter. Bahkan, di rumah sakit tertentu, masih ada orang miskin yang terpaksa mengeluarkan biaya tambahan karena dipaksa naik kelas perawatan dengan alasan ruang perawatan kelas III telah penuh.

Sedangkan dalam bidang pendidikan, sesuai laporan Bank Dunia pada Maret 2013 disebutkan bahwa peningkatan belanja publik di sektor pendidikan telah memperluas akses dan meningkatkan angka partisipasi sekolah selama satu dekade terakhir, terutama di kalangan siswa miskin. Sayangnya, akses terhadap level pendidikan menengah dan tinggi--walau meningkat secara rata-rata--tetap tergolong rendah di kalangan siswa miskin.

Selain itu, skor Indonesia dalam sejumlah tes internasional menunjukkan kualitas pendidikan nasional masih sangat rendah dan belum meningkat signifikan. Hal itu terjadi, antara lain karena hanya sebagian kecil dari total anggaran 20% bidang pendidikan yang dikelola oleh Kemdikbud.

Dalam tahun anggaran 2014, total anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp 371 triliun, tetapi yang dikelola Kemdikbud hanya Rp 80 triliun atau kurang dari 25%. Apalagi, sebagian besar anggaran di Kemdikbud pun digunakan untuk membayar gaji guru dan program sertifikasi guru. Belum lagi, program BOS yang kurang tepat sasaran dan pengelolaannya tak transparan.

Bertolak dari kenyataan tersebut, kita melihat pentingnya pembenahan di bidang kesehatan dan pendidikan, khususnya JKN dan BOS. Pemerintahan mendatang harus bisa memastikan setiap rakyat Indonesia, khususnya kaum miskin, mendapat perlakuan yang sama saat berobat di rumah sakit. Kalau perlu, di rumah sakit milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah hanya berlaku satu kelas perawatan.

Selain itu, amanat UU Kesehatan bahwa anggaran kesehatan minimal lima persen pengeluaran APBN juga harus dipenuhi dan setidaknya pada akhir 2015, bukan 2019, seluruh rakyat memiliki asuransi kesehatan.

Adapun, dalam bidang pendidikan perlu realokasi anggaran dengan menitikberatkan program peningkatan kualitas siswa di jenjang pendidikan menengah dan tinggi, memperluas akses anak-anak keluarga miskin di perguruan tinggi, serta memperbesar anggaran Kemdikbud, minimal 50% dari total anggaran fungsi pendidikan.

Setelah melihat rekam jejak Jokowi saat memimpin Solo dan DKI Jakarta dengan banyak memberi bukti bukan janji, kita percaya KIS dan KIP adalah jawaban atas kebutuhan rakyat, sekaligus penyempurna JKN dan BOS, demi mewujudkan Indonesia sehat dan pintar. ***

Sumber : http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/indonesia-sehat-dan-pintar/58297

0 Komentar:

Post a Comment