Jun 26, 2014

Instrumen Keimanan untuk Teguhkan Ideologi Siswa

Banyak problem pendidikan agama Islam yang belum secara tuntas diselesaikan dengan baik. Salah satunya adalah terkait dengan keimanan siswa madrasah/sekolah tingkat atas. Untuk itu dibutuhkan instrumen pengukuran keimanan bagi siswa madrasah aliyah.

Demikian ditegaskan oleh Dr H Shodiq Abdullah MAg saat mengikuti promosi doktor penelitian dan evaluasi pendidikan (PEP) Universitas Negeri Yogyakarta (26/6) di Aula Pascasarjana UNY Jl Karangmalang 1 Yogyakarta. Shodiq dinyatakan lulus doktor PEP Universitas Negeri Yogyakarta dengan predikat sangat memuaskan.

Di depan enam penguji, Shodiq mempertahankan disertasi berjudul "Pengembangan Instrumen Pengukuran Keimanan Siswa Madrasah Aliyah". Enam penguji dimaksud adalah Prof Dr Zuhdan Kun Prasetyo (Ketua), Prof Dr Badrun Kartowagiran (Sekretris), Prof Dr Sutrisno, Prof Dr Ajat Sudrajat, Prof Zamroni PhD dan Prof Kumaidi PhD. "Iman bagi agama Islam sangat penting karena kata iman disebut sebanyak 718 kali, namun soal iman masih jarang mempunyai alat ukur" ungkap dosen penelitian pendidikan IAIN Walisongo kelahiran Pati 5 Desember 1968.

Keimanan yang bagus merupakan tujuan utama pendidikan agama Islam, yakni membangun keberagamaan peserta didik agar menjadi sosok pribadi yang beriman, berilmu dan berakhlaq mulia. Jadi kalau pelajar itu mampu mempertahankan keimanannya, maka ia akan semakin dalam ilmunya sekaligus memiliki akhlaq mulia.

Keimanan tidak cukup hanya sebatas keyakinan dan pembenaran, tetapi iman seseorang perlu dikembangkan lebih luas sampai praktik keseharian. Maka konstruk teoritis keimanan itu dibagi menjadi dua, yaitu keyakinan yang berisi butir pernyataan hati terkait doktrin dan sikap atau perasaan dalam menghadapi realitas.

Ada 18 instrumen keimanan dalam aspek keyakinan yang dikembangkan, antara lain enam prinsip rukun Islam hingga meyakini seluruh kebenaran ajaran Islam. Adapun instumen sikap keimanan dijabarkan menjadi 17 butir, antara lain bersifat optimis, konsisten dan tidak mudah putus asa. "Masih banyak dimensi keimanan yang ditinggalkan oleh siswa, maka instrumen pengukuran ranah afektif ini tidak mudah tapi harus berani kita coba" ungkap Shodiq yang juga Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang.

Instrumen keimanan ini dinilai sangat penting dalam meneguhkan semangat ideologis siswa. Apalagi di era globalisasi ini ada kecenderungan gaya berpikir bebas dalam lingkungan sekolah. Untuk itu, setiap siswa perlu diukur kemampun mempertahankan keimanannya baik dalam pikiran hingga perilaku. Dengan adanya keimanan yang kuat akan muncul kecenderungan untuk sukses mengawal pendidikan karakter dan insan yang cerdas akhlaknya.

0 Komentar:

Post a Comment