Perayaan Wisuda di Korea Selatan |
Sejarah kemajuan pendidikan di Korea Selatan ditandai dengan adanya perang Korea yang terjadi lima puluh (50) tahun yang lalu. Akibat terjadinya perang, Korea Selatan menjadi luluh lantak, khususnya di bidang pendidikan.
Selama perang, aktivitas belajar-mengajar dilakukan di tenda-tenda darurat dan di barak-barak sementara di wilayah-wilayah yang tidak diduduki oleh tentara komunis. Setelah perang, sistem pendidikan direhabilitasi dengan penuh semangat dengan bantuan Amerika dan PBB. Fasilitas fisik kembali dibangun dan kualitas program belajar-mengajar ditingkatkan dalam tempo singkat. Perencanaan program pendidikan dikontrol dengan hati-hati, dan dengan didukung oleh semangat yang tinggi, telah membawa pembangunan pendidikan maju dengan cepat baik kuantitas maupun kualitasnya.
Lee Chong-jae, presiden Korean Educational Development Institute (KEDI) menyatakan bahwa setelah perang Korea, masyarakat hampir tidak memiliki apapun terkecuali anak-anak usia sekolah dan semangat yang besar. "Setelah perang Korea, kami hampir tidak mempunyai apa-apa selain murid sekolah. Tidak ada ruang kelas, tidak ada buku paket, tidak ada guru, tetapi mempunyai anak-anak yang harus belajar."
Semangat tersebut menjadi kunci utama kebangkitan pendidikan di Korea Selatan sehingga dapat bersaing dengan negara lain. Dengan bermodalkan semangat, mereka memulai membangun infrastruktur pendidikan kemudian membenahi kualitasnya.
Bertolak pada hal diatas, pendidikan di Korea Selatan mengalami kemajuan, yaitu terdapat 19.258 sekolah negeri maupun swasta, 11.951.298 pelajar dimulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, 218 perguruan tinggi yang menampung sebanyak 2.357.881 mahasiswa.
Kunci kebangkitan pendidikan di Korea Selatan yang lainnya yaitu adanya slogan atau semboyan (Motto) hidup; "Ketika orang lain sedang tidur, kamu harus bangun. Ketika orang lain bangun, kamu harus berjalan. Ketika orang lain berjalan, kamu harus berlari dan ketika orang lain berlari, kamu harus terbang". Melalui slogan tersebut, Korea Selatan menginginkan dirinya selangkah lebih maju. Slogan tersebut diterapkan dalam setiap nafas kehidupan, dimana masyarakat bekerja setiap harinya selama enam belas jam. Mereka malu apabila pulang terlalu cepat, karena tidak mau dianggap sebagai manusia yang tidak berguna. Kegigihan inilah yang mengantarkan Korea Selatan menuju kebangkitan pendidikan dan mendapatkan pujian dari negara lain atas tingginya angka melek hurufnya.
Sumber : http://pojoktani.blogspot.com/2008/12/artikel-pendidikan_382.html
0 Komentar:
Post a Comment